JAKARTA - Polemik penggunaan gas air mata yang dianggap mematikan dalam penanganan kerusuhan suporter di stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu, bertentangan dengan pendapat para ahli.
Menurut Sven-Eric Jordt, seorang ahli dari Universitas Duke, menyebut meskipun memberikan dampak seperti sensasi terbakar, namun tidak membawa dampak yang mematikan.
Dia menjelaskan bahwa gas air mata sendiri sebenarnya bukan merupakan gas. Itu adalah bubuk yang mengembang ke udara sebagai kabut halus.
Melansir dari Scientific American, gas air mata memiliki senyawa kimia untuk mengaktifkan TRPA1 dan TRPV1 berbeda. Dengan kata lain, gas air mata bisa dibagi menjadi dua kelompok sesuai komponen senyawa kimia penyusunnya.
Salah satu agen yang mampu mengaktifkan reseptor TRPA1 adalah 2-chlorobenzalmalonitrile atau gas CS. Agen ini adalah senyawa kimia yang mengandung klor dan bertiup ke udara sebagai partikel halus.
"Mereka sebenarnya tersebar dengan membakar dan menempel pada kulit atau pakaian dan dapat bertahan untuk sementara waktu, " kata Jordt.
Dengan kata lain, zat tersebut bereaksi secara kimia dengan biomolekul dan protein pada tubuh manusia yang dapat menyebabkan sensasi terbakar.
Meskipun ada rasa sensasi terbakar yang cukup parah, tapi agen ini tidak mematikan. Selain gas CS, belakangan ini ada agen lain yang digunakan untuk mengaktifkan reseptor TRPA1, yaitu gas CR (dibenzoxazepine) dan gas CN (kloroasetofenon). Keduanya pula dapat memberikan efek lebih kuat dibanding gas CS.
Baca juga:
Kapolri Tinjau Vaksinasi di Candi Borobudur
|
Terkait tentang penggunaan gas air mata di stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu, gas air mata yang digunakan Polri adalah jenis gas CS yang mempunyai dampak lebih ringan dari pada gas CR dan CN.
Senada dengan pendapat Sven-Eric Jordt, para ahli toksikologi di Indonesia mengemukakan bahwa gas air mata tidak membawa dampak mematikan.
Kadivhumas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Jakarta pada Senin (10/10), mengutip keterangan para ahli bahwa dalam skala tertinggi pun tidak membawa dampak mematikan.
"Saya juga mengutip dari pendapat dari guru besar dari Universitas Udayana, beliau ahli di bidang toksikologi atau racun. Beliau menyebutkan bahwa, termasuk dari dokter Mas Ayu Elita Hafizah, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan, " kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers, Senin (10/10/2022).
Terkait fungsi penggunaan gas air mata, Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy menerangkan gas air mata dirancang untuk membubarkan massa dalam eskalasi tertentu.
"Gas air mata memang digunakan dan kelengkapan satuan PHH Polri memang dirancang untuk mengurai membubarkan massa dalam eskalasi tertentu saat terjadi kerusuhan ,
Banyak keberhasilan Polri dalam penanganan massa rusuh di banyak daerah dalam menjaga kamtibmas
Dalam beberapa penjelasan tentang Gas air mata ini sangat jelas tidak membawa efek langsung yang fatal, dan tidak mematikan" kata Kabidhumas, Selasa (11/10).
Baca juga:
Polri Hentikan Kasus Nurhayati
|
Terkait penggunaan senjata yang digunakan, dia menegaskan, semua produk yang digunakan adalah hasil kerjasama antara Puslitbang Polri dan PT. Pindad.
"Dan pada setiap peluru yang dibuat PT Pindad, ada informasi produknya misal informasi kandungan zat, LOT dan MFR. Semuanya tidak membawa dampak mematikan kecuali sensasi seperti terbakar dan mata perih namun tidak mematikan, " lanjutnya